Ditetapkannya Perda Hari Jadi
Ketapang secara bersama oleh DPRD dan Pemerintah Kabupaten (Bupati) Ketapang dalam
rapat Paripurna DPRD Ketapang tanggal 30 Oktober 2012 merupakan indikasi
Pemerintahan Daerah pada diskursus tentang eksistensi sebuah peradaban dan
sejarah sosialnya yang kemudian hari menjadi wilayah dan daerah Ketapang serta
beberapa daerah otonom lainnya di Kalimantan Barat dalam sebuah Negara bangsa
yang disebut Indonesia.
Menurut Ketua DPRD Ketapang H. Gusti
Kamboja yang juga Pangeran Ratu Kertanegara Kerajaan Matan, Penetapan Hari Jadi
Ketapang tidak hanya melahirkan kepastian sejarah lokal (local
historical
necessity) tetapi juga
soal kewajaran sejarah (historical fairness) dan
lebih dari itu memunculkan semacam kepercayaan diri masyarakat Ketapang dengan
identitas lokalnya.
Peristiwa
ini cukup fenomenal, mengingat proses pencarian identitas ini sudah merentang
cukup lama baik dalam kajian keilmuan dan pemerintahan.
Pada
proses pencarian kepastian sejarah telah banyak pihak yang melibat diri, mulai
dari pemerintah, pemerhati kebudayaan, sejarahwan, akademisi, tokoh masyarakat
dan berbagai pihak lainnya. Beberapa kegiatanpun telah dilakukan, mulai dari
diskusi, seminar dan dengar pendapat. Dukungan ini telah diberikan oleh para
pihak, mulai dari tokoh masyarakat, seluruh anggota DPRD Ketapang dan Bupati
Ketapang, Henrikus.
Dalam
penetapan tahun hari jadi Ketapang didasarkan pada prasasti Nisan Makam Keramat
Sembilan di Negeri Baru yang bertarikh tahun 1340 Saka atau 1418 Masehi dan
merupakan prasasti sejarah tertua yang ditemukan di Kalimantan Barat. Pada
prasasti tersebut terdapat angka tahun dengan aksara Sanskerta. Bahasa
Sanskerta merupakan rumpun bahasa Indo- Eropa, Indo-Iran, Indo-Arya dan
merupakan bahasa klasik India yang digunakan dalam agama Hindu dan Budha. Kata
Sanskerta artinya bahasa yang sempurna, tinggi dan berbudaya, lawan dari bahasa
Prakerta atau bahasa rakyat. Bahasa ini memiliki usia sejarah yang cukup tua
dan ditarikhkan berasal dari sekitar tahun 1700 SM (sebelum masehi).
Kemudian
untuk penetapan tanggal dan bulannya didasarkan pada peristiwa pemindahan pusat
kerajaan Matan-Tanjungpura ke Mulia Kerta pada tanggal 11 Maret 1876. Jadi
dengan menggabungkan dua fakta sejarah lokal tersebut hari jadi Ketapang
ditetapkan pada tanggal 11 Maret 1418 M.
Lebih
Lanjut H. Gusti Kamboja mengatakan bahwa ada juga fakta sejarah Ketapang dalam Kronik Cina Chu-Fan
Chi dan sejarah Dinasti Sung (960-1279 buku 489) yang
melaporkan, pada tahun 977 M kerajaan Tan-jung wu-lo mengirimkan tiga duta ke istana Sung, begitu juga
dalam Prasasti
Waringin Pitu (1447 M), wilayah geografis Ketapang dahulu yang disebut Tanjungpura merupakan nama ibukota negara untuk wilayah Tanjungnagara (Pulau Kalimantan). Namun kedua bukti
fakta sejarah tersebut tidak berada di Ketapang, Prasasti Warigin Pitu letaknya
di Jawa Timur serta lebih muda tahunnya dari prasasti Keramat Sembilan dan
manuskrip kronik Chu-Fan Chi berada di
Cina.
Dengan demikian hanya peristiwa
sejarah pemindahan pusat kerajaan dari Muara Kayong ke Mulia Kerta dan prasasti
Makam Keramat Sembilan memiliki kepastian sejarah lokal (local historical necessity) sosial
Ketapang dan kewajaran sejarah (historical fairness) dalam
pendirian pemukiman, tatanan sosial dan budaya yang tertua di Kalimantan Barat.
(Keraton Matan-Ketapang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar